Friday, September 28, 2018

Jangan Selalu Memberi Testimoni Pada Suami,Karena Dia bukan Customer!



Sebenarnya aku nggak mau membahas hal ini sih. Tapi,apa boleh buat. Otakku sepertinya memberikan ide untuk membuat tulisan yang mungkin bisa 'menampar' kaum istri. Ya,karena ini yang akan aku bahas.

Dewasa ini,banyak sekali para istri yang selalu memberikan testimoni kepada suaminya. Iya,hal ini sering kali kita lihat di media sosial. Apalagi kalau bukan pujian yang menurutku tidak harus dilakukan di sosial media.

"Ayah,terima kasih sudah ngasih Mama hadiah"

"Alhamdulillah, masak ayam bakar. Suami jadi suka dan lahap makannya 😘"

"Ya Allah,berikanlah suami hamba rezeki yang banyak hari ini. Semangat kerjanya suamiku"

Dan masih banyak status testimoni suami yang dilakukan istri. Tidakkah hal itu menjadi privasi saja bukan untuk jadi bahan publikasi? Paham! Itu memang hakmu. Tidak takutkah 'jika' suatu saat nanti ada pelakor dari 'list' freinds di media sosialmu yang justru menyukai suamimu?

Pertanyaan ini mungkin tidak bisa dijawab karena memang kita tidak tahu siapa saja 'orang' yang justru menyukai suamimu. Tidak mau berburuk sangka. Dan itu tidak baik. Pelakor dunia maya sangat kejam. Hanya dengan mengambil foto sudah bisa memikat dengan bacaan "semar mesem" hihi... Ngerikan!

Coba deh kita bayangkan menjadi seorang wanita yang saat ini sedang dirundung duka karena pasangannya meninggalkannya atau sering memaharinya bahkan kerap kali mabuk dan memukulinya. Lalu dia melihat status media sosialmu, kebetulan terpampang indah fotomu dan suamimu dengan caption tulisan romantis. Kira-kira apa yang dilakukan wanita tersebut? Dia merasa hatinya dipenuhi rasa kagum sekaligus iri. Dia ingin sepertimu tapi pasangannya tidak seperti pasanganmu. Dia ingin bahkan sangat!

Sekali lagi,coba kita bayangkan menjadi wanita yang 'ingin' menikah tapi belum kunjung mendapatkan pasangannya. Lantas apa yang dirasakan wanita tadi saat melihat fotomu bersama pasanganmu dengan caption yang sosweet? Dia bisa saja menangis dalam diam. Kagum. Iri. Dengki. Ingin segera dan menyegerakan agar bisa sepertimu. Tapi,ia kemudian berfikir "bisakah aku mendapatkan suami seperti si fulanah?"

Bisa pula seseorang yang kagum dengan suamimu,dia mengambil fotonya. Lalu tanpa berfikir panjang lagi,dia kemudian dengan gampang dan mudah menyihir dan membuat gila suamimu untuk mencarinya. Setelah terjadi,apa yang akan kamu lakukan?

Tidak hanya itu saja. Saat kamu menulis status kekecewaan dan kemarahanmu pada suami dan mereka yang tidak senang dengan keharmonisan keluargamu merasa bahagia. Bahkan sumpahan agar kalian segera berpisah bisa menjadi doa utama.

Silahkan. Boleh. Tidak ada yang melarang. Karena itu sudah tabiatnya wanita apabila mendapatkan sesuatu atau moment tertentu ingin sekali dibagikan pada laman media sosialnya. Tetapi,yang harus kita lakukan jangan keseringan dan melampui batas
Yang selalu ingin aku pertanyakan "Kenapa tidak saat berhubungan pasutri saja memberikan testimoni? Kan itu jauh lebih wow daripada sekedar foto,video dan caption romantis?"

Adakah yang bisa menjawab? Tentu saja ada. Mereka akan menjawab MALU.

Dijaman era millenial ini banyak orang yang tak punya malu,kok. Mereka tidak tahu apa itu privasi dan publikasi. Bagi mereka semua itu layak untuk diperbincangkan. Bisa kita lihat dilaman media sosial,banyak sekali ungkapan menyedihkan,kemarahan,umpatan yang justru mencerminkan dirimu membutuhkan perhatian. Karena seseorang yang memiliki masalah tidak akan pernah menulis status yang membuka aibnya sendiri. Di jaman now? Lihatlah,betapa banyak manusia yang tidak tahu malu mengumbar masalahnya di media sosialnya. Kalian tahu kenapa? Karena orang seperti ini tidak memiliki teman untuk diajak berbagi. Alhasil,semua permasalahannya begitu mudah kita temui di media sosialnya.

Pesan untuk istri "lebih baik kita meminta saja pada Tuhan ketika mendoakannya. Atau ucapkan secara langsung terima kasihmu pada suamimu. Hal ini lebih produktif. Selain tidak ada orang lain tahu,hubungan seperti ini justru lebih harmonis dan terjaga daripada hubungan pasangan yang selalu mengumbar keharmonisan rumah tangganya di media sosial"

Copyright ©
Karya : Nanik Puji Astutik

Sunday, September 23, 2018

Dunia Maya Hanya Negeri Dongeng?



Pemandangan alam tidak pernah berbohong. Ini salah satu karunia Tuhan yang patut kita syukuri. Berbeda dengan kehidupan manusia yang notebennya sering kali melakukan pemalsuan atau kebohongan agar dikira hidupnya sempurna dan penuh kebahagiaan.

Jika kita melihat di sosial media,sering kali kita melihat kehidupan sempurna seperti negeri dogeng. Ternyata,itu semua hanya menutupi sesuatu agar kehidupannya yang penuh masalah tertutup. Dan orang lain akan mengira "mereka bahagia"

Seorang psikolog berkata "orang yang bahagia tidak pernah mengumbar kebahagiaannya dilaman media sosialnya. Karena baginya,kebahagiaan hanya miliknya bukan milik orang lain. Dan banyak orang yang ingin terlihat bahagia dengan mengirim postingan foto dan video,ternyata mereka memiliki masalah dikehidupannya"

Tidak semua apa yang kita punya harus di pamerkan dimedia sosial. Tidak semua apa yang kita rasakan harus ditulis dimedia sosial. Dan tidak semua apa saja kegiatan kita harus di perlihatkan dimedia sosial.. Terkadang penyakit hati bermula karena musingin postingannya orang. Ini dunia maya bukan dunia nyata,jadi nikmatilah sesuai apa yang diperlukan...

Seseorang bisa melihat dan menilai dari penampilan facebook,entah itu status atau photo. Walaupun tak mengenal secara nyata, dunia maya bisa memperlihatkan karakter aslimu. Jadi hati-hatilah dalam menulis atau mengupload foto. Benar,semua itu kembali ke diri sendiri,tapi sebagian orang akan menilai seperti itu.

Aku pernah berkata seperti ini pada suami "Sayang,biarkanlah kebahagiaan dan kesedihan kita tidak perlu di umbar ke publik. Bisa jadi banyak orang tak suka apabila kita bahagia. Dan senang apabila kita sedang di rundung duka. Karena pelakor dunia maya lebih kejam daripada dunia nyata. Oleh sebab itu,tak perlu lah kita menulis apapun tentang kelebihan dan kekurangan kita. Aku tahu kamu dan kamu tahu aku. Cukuplah bahagia dan sedih itu kita yang rasa dan tahu. Karena kita menikmati itu semua sebagai bentuk Syukur kita pada Sang Pemilik Cinta"

Mungkin sesekali boleh untuk mengungkapkan rasa bahagia. Satu bulan sekali atau 2 bulan sekali. Tapi kalau setiap saat menulis status dengan rasa yang berlebihan menurutku itu tidak wajat. Semua orang kan punya hak. Apa iya kita hidup di dunia maya tanpa mau bersosialisasi ke dunia nyata? terkadang eskpetasi dunia maya tak sama dengan realita.

Hidupku Bukan Seperti Selebritis Yang Setiap Hari Harus di Update.

Aku ingin sekali menulis status atau mengeshare foto kegiatan hari ini. Namun,aku selalu berfikir "aku bukanlah selebritis yang beritanya harus di update"

Aku menghormati mereka yang setiap saat dan waktu tak mengenal pagi dan malam selalu meng-upgrade dan update status media sosialnya. Karena itu haknya. Tapi,tidak bagiku. Apapun yang aku lakukan dan rasakan hari ini tak layak orang lain tahu.


Jaman sekarang banyak orang tak tahu malu. Saat punya masalah dengan keluarga,teman,kerabat bahkan dengan pasangan,mereka tak sungkan berkata ini dan itu. Seolah-olah dirinya harus diperhatikan penuh. Menurutku,orang seperti ini butuh perhatian. Karena tak ada yang memperhatikannya,alhasil ia melampiaskan semua uneg-unegnya ke media sosial. Jadi,orang-orang sekarang tidak tahu apa itu privasi dan publikasi. Bagi mereka,semua layak untuk diungkapkan ke media sosial.

Anehnya,aku sampai bingung untuk mendeskripsikan atau menilai antara riya,ujub dan pamer! Walaupun semua itu tergantung dari niat. Seorang psikolog berkata "seseorang yang bahagia hidupnya tidak pernah ia umbar ke media sosial"

Sekali lagi,semua orang punya hak. Tak ada larangan. Tapi kalau update setiap saat menurutku ini tidak baik. Mungkin sesekali boleh. Seminggu 3 kali,kalau misalkan setiap waktu? Itu mau pamer atau bagaimana? Kalau ungkapan rasa syukur mungkin bisa lah sebulan sekali. Tapi,kalau setiap saat? Apa tujuannya? Mau pamer?

Bukannya aku merasa sudah benar. Tidak. Aku jauh dari kata pembenaran atau kebenaran. Ini hanya ungkapanku saja yang risih setiap kali melihat facebook,whatsapp,twitter dan instagram tak ada ubahnya seperti mengumbar aib sendiri.

"Terima kasih sayang,hari ini aku bahagia"

"Kamu boleh saja menghinaku hari ini..."

"Ahh,aku galau dan takut"

Tidak kah kalimat-kalimat itu kita tujukan pada seseorang yang bersangkutan tanpa harus menulis ke sosial media?

"Jangan buka facebookmu kalau misalkan kamu nggak suka sama status kami?"

Tidakkah kamu berfikir sebelum bertanya? Apa tujuanmu menulis status dan ngeshare foto? Kalau semua itu langsung ada diberanda saya? Apa itu akan menjadi pemandangan bagi saya jika tanpa sengaja saya melihat dan membaca isi captionmu? Apa tujuanmu? Mau pamer? Cari perhatian? Atau apalah?

Sekali lagi,itu hakmu. Namun,semua ini aku hanya mengungkapkan apa yang ada di fikiranku.

Perbanyaklah menulis status dan ngeshare foto di media sosial. Karena kita mati tidak hanya tinggal nama tapi juga data. Tapi,semoga data kita lebih menambah kebaikan bukan keburukan.

Jadikan media sosialmu bukan ajang pamer,umpatan kasar dan menebar kebencian. Tapi,jadikan ia sebagai ladang pahala. Sosial media hanya dunia maya yang tak tersentuh. Ia fana dan bisa jadi kita lebih banya bersosialisasi di dunia maya daripada dunia nyata.

So,berhati-hatilah...

Nanik Puji Astutik


Monday, September 17, 2018

Aku Mencoba Bertahan,Walaupun Hatiku Masih Perih.



Hembusan nafas itu mengiringi kegiatanku di sore hari. Dadaku terasa sesak dengan nafas yang masih tercekat ditenggorokan. Aku bukannya lemah. Tapi,aku terlalu lelah. Itu saja!

Aku selalu diam dan mencoba berfikir sendiri. Mungkin orang lain akan menyerah,tapi tidak bagiku. Aku akan menyelesaikan semuanya seperti aku mengerjakan matematika.

Perkara,semuanya akan berakhir. Aku akan memilih tetap diam. Aku terlalu malas untuk berbicara dan pada akhirnya tidak ada orang yang akan memahamiku.

Kesakitan. Kesedihan. Air mata. Dan kepiluan sudah aku rasakan sejak itu. Sekali lagi,aku kembali mengalah.

Perasaan itu selalu menyapa saat aku ingin sekali melupakannya. Namun,hatiku kembali merasakan sedih yang teramat saat adegan itu melintas dibenakku,seperti roll dalam film.

Bukannya aku terlalu dini untuk merasakan sakit? Sedangkan aku baru saja menjalin hubungan yang baik dengannya. Kenapa harus perasaan sakit ini yang kualami? Tidakkah ini menyakitkan?

"Lupakan saja semua itu"

Aku selalu mensugestikan diriku agar lebih baik. Nyatanya tidak begitu. Hatiku terlalu rapuh untuk kembali seperti semula.

Oke,mungkin orang lain mengatakan bahwa aku munafik. Biarlah,aku tidak pernah memusingkan penilaian orang. Bagiku,itu tidak penting. Karena apapun yang mereka lihat dan nilai tidak sesuai dengan yang aku lakukan dan rasakan.

Biarlah,aku akan tetap bertahan dalam kepiluan dan kesakitan ini. Aku akan tetap berada disini. Aku tidak peduli,orang lain akan mengatakan 'dasar bodoh'. Tidak tahukah,bahwa aku memang bodoh bahkan sedikit gila.

"Jangan terlalu lama memikirkannya"

Aku ingin tertawa dan mengatakan pada dunia "hey! Aku sedang kalut. Bisakah kau memberikan aku hiburan selain perkataan yang menyakitkan!" sekali lagi,tak akan ada orang yang bisa memahami atau mengerti tentangku. Miris,bukan?

Setidaknya aku pernah mengalami dilema ini. Aku bisa belajar darinya untuk bersikap dewasa. Masalah itu datang akan mengajarkan kita belajar untuk menjadi dewasa,bukan? Bukan dewasa sebelum waktunya. Lalu melakukan adegan-adegan erotis. Bukan seperti itu. Tapi,dewasa yang dimaksud adalah dengan sikap dan bertingkah laku.

Ya,walaupun awalnya terasa sulit untuk bisa menyelesaikannya. Tapi,aku bisa bertahan disini. Tetap menjalani hidupku meskipun dirundung duka. Hahahaha...

Ahh,ternyata aku bisa berfikiran seperti ini. Lucu sekali. Kalian fikir ini curahanku? Salah! Ini bukanlah kisahku. Aku tidak memiliki kisah yang bisa kutuliskan. Kisahku terlalu hambar untuk ditulis. Jadi,ini hanya cerita dari sahabatku yang kebetulan curhat. Aku menyimpulkan untuk menjadi dirinya. Ternyata tak mengenakkan!

Salam manis dari blogger kecceh..

Jangan baper ya!