Monday, January 29, 2024

Calon Suamiku Diambil Wanita Lain (cermin)


Kebahagiaan yang kuimpikan telah pupus. Tidak ada lagi secercah harapan untuk memperbaiki semuanya. Sudah tertutup. Hatiku terlalu perih untuk tetap bertahan. Bersabar telah aku lakukan. Tapi,semua ini sudah membuatku marah dan murka.

Tiada kata yang bisa kuungkapkan. Selain menangis dan membiarkan semuanya mengalir seperti air. Dadaku terasa sesak, tenggorokanku mencekat untuk mengingatnya kembali. Cinta yang sudah aku pertahankan telah hilang. Ia pergi bersama yang lain. Meninggalkanku disini. Sendiri.

Awal mulanya,dia datang bersama orangtuanya. Ia berniat untuk mempersuntingku. Orangtuaku menerima dan mengijinkanku menikah dengannya. Namun,sebelum hari pernikahan itu terjadi,aku melihatnya bersama perempuan lain.

Aku merasakan sakit yang teramat dihatiku. Dadaku begitu sesak. Air mataku hanya bisa mengalir tanpa bisa kucegah. Aku melihatnya. Mereka -calon suami dan pacarnya- bergandengan tangan,tertawa bahagia dan sesekali saling merangkul. Tiba-tiba badanku tidak bisa bergerak. Aku hanya bisa mematung sambil melihat pemandangan menyakitkan itu.

Perempuan itu cantik sekali. Aku mengakuinya. Badannya langsing,kulitnya putih,bajunya modis dan rambutnya lurus terurai. Aku melihat diriku,miris sekali. Aku dan dia begitu ketara perbedaannya. Aku hanya gadis sederhana dari keluarga sederhana. Membandingkan saja membuatku perih dan sedih. Apakah benar ini nasibku?

Dia telah membuang harapanku. Menghempaskannya begitu saja. Aku sempat terlena kerna janjinya. Tapi,janji itu hanya sementara dan semu. Angan-anganku untuk mewujudkan keluarga yang bahagia telah sirna. Impianku telah hilang dan tidak berbekas.

Keluargaku sempat marah. Begitu juga denganku. Pernikahanku yang tinggal menghitung hari. Harus pupus tidak terealisasikan. Sedangkan perselingkuhannya telah terbukti. Dan keluargaku merasa dikhianati. Hatiku sangat perih menahan semuanya. Ia sempat mengelak itu bukan dirinya. Kuberikan bukti berupa foto dan video. Dia terkejut dan menganga.

"Semuanya sudah terbukti,Mas" ucapku sedih.

"Tapi dia sepupuku" elaknya.

Dia terus mengelak walaupun sudah ada bukti. Dia memaksaku untuk mendengarkannya,sedangkan aku sudah terlanjur sakit hati melihat kelakuan bejatnya.

"Kamu mengikutiku?"

"Iya,aku mengikutimu. Aku mengikutimu dari cafe sampai masuk ke dalam hotel"

Dia diam tidak berkutik. Tidak punya alasan lagikah untuk mengelak? Dia mencoba mengenggam tanganku. Tapi aku menepis dan  menolaknya. Aku terlanjur sakit hati dengan perbuatannya yang begitu tega berselingkuh sedangkan acara pernikahan kita beberapa hari lagi.

"Maafkan aku"

Aku terdiam membisu. Mencerna kembali perkataannya yang seolah gampang diucapkan. Dan perkataannya sukses membuatku mengeluarkan air mata. Dadaku sungguh sesak,nafasku tercekat dan aku hanya bisa diam membisu. Sedari tadi aku mencoba bertahan,akhirnya pertahanku lepas juga. Ini lah yang aku benci dari diriku sendiri. Mudah rapuh dan menangis.

"Maafkan aku. Aku salah"

Aku diam bukan berarti tidak ingin menjawab. Aku terlalu lelah untuk semua ini. Perasaanku begitu hancur. Hatiku sudah perih dan sakit. Apa yang perlu aku maafkan? Apa semuanya akan menjadi kesedia kala?

"Simpan kata maafmu itu,Mas. Pulanglah! Dan cepat pergi sebelum aku menendangmu"

Aku berkata penuh penekanan dan ketegasan. Tapi,air mataku terus mengalir tanpa bisa kutahan. Aku merosot ke lantai seraya memegang dadaku. Aku sakit. Disini sakit. Sakit sekali...

Undangan sudah disebarkan. Persiapan lainnya juga sudah terlanjur dilakukan. Dan kini,mempelai prianya sudah pergi bersama perempuan lain. Meninggalkanku demi yang baru.

Aku melihat surat undangan itu tergelak begitu saja dilantai kamarku. Aku bangkit dan mengambilnya. Mataku kembali mengabur karena tidak bisa menahan untuk terus memandanginya. Undangan ini hanya akan menjadi hiasan semu. Namaku dan namanya begitu bagus untuk disanding. Tapi,semuanya sudah berakhir. Takkan ada pernikahan yang sudah direncanakan. Semuanya sirna,hilang dan pupus.

Keindahan yang begitu indah didepan sana. Takkan bisa mengembalikan hatiku yang sudah hancur. Permintaan maaf hanya akan menjadi senandung kesedihan. Tak ada yang bisa memahamiku. Takkan ada pula yang bisa mengerti hatiku. Pesakitan yang ia tanamkan memberikan luka di hatiku kembali menganga.


Ya Allah...

Aku titipkan satu cinta yang baik untukku. Agar aku bisa mengembalikan hatiku yang terluka kembali sembuh dengan kehadiran cinta yang baru. Namun,jika hari ini ia belum bisa hadir dihatiku,berikanlah aku kekuatan untuk bisa menjalani ini semua. Aamiin


Dalam buku : Ya Allah,Saya Rindu

di tulis oleh : Nanik Puji Astutik

Mengikuti Gaya Hidup Orang Lain

 



Banyak hal menjadi menarik untuk di bahas. Terutama tentang life style atau gaya hidup. Apalagi dijaman yang semakin canggih. Semuanya serba mudah dan cepat. Hanya dengan ponsel pintar,kita bisa mendapatkan apa yang kita mau dan inginkan. 

Dunia yang semakin canggih,semua orang berlomba lomba untuk menjadi pusat perhatian. Terutama dalam hal fashion. 

"Apa kamu sudah menemukan gaya hidupmu?"

"Atau masih mengikuti gaya hidup orang lain?"

Dua pertanyaan diatas menjadikan tolak ukur untuk diri sendiri. Menemukan jati diri dalam bergaya hidup atau masih mengikuti teman untuk terlihat bergaya?

"Tidak ada yang salah kita melakukan apa yang diinginkan. Selama tidak merugikan orang lain. Ya,cukup kita jalani" begitulah yang diucapkan orang ketika mendapatkan pertanyaan diatas. 

Life style memang menjadi trend di kehidupan sehari-hari. Semua manusia berlomba-lomba untuk menampilkan yang terbaik. Bahkan gaya hidup yang wow sudah menjadi kebutuhan. Tak pelak,banyak sekali manusia menghalalkan berbagai macam cara agar apa yang diinginkannya terpenuhi.

Gaya hidup merupakan cerminan dari kehidupan kita. Dengan siapa kita berteman dan bergaul,maka gaya hidup kita seperti apa yang teman kita lakukan. 

Benar. Banyak orang begitu terkecok dengan tampilan luar yang seperti artis. Namun,banyak yang di tampilkan tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Miris! Gaya hidup seperti itu seolah kita menampilkan banyaknya kebohongan.

"Inilah trendsetter saat ini"

"Gaya hidup harus kita ikuti"

Iya,benar. Gaya hidup yang serba modern ini harus kita ikuti agar tidak ketinggalan jaman. Namun,apakah dengan melakukan hal seperti itu kita tampak lebih baik? Tidak malukah saat kenalan kita datang ke rumah,ternyata rumah tidak sesuai dengan apa yang kita tampilkan,misalnya. 

Pasti! Orang akan berkata "tampilannya saja bak seperti artis. Tapi lihat rumahnya tidak sesuai" 

Mari mulai sekarang ubahlah gaya hidup kita sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Tidak perlu mengubah hal apapun agar orang lain melirik kita. Pada dasarnya kita hanya menjadi diri sendiri tanpa harus mengubah apapun. Orang yang baik akan di pertemukan dengan yang baik pula. Begitu juga sebaliknya. 

Jangan terlalu mengikuti gaya hidup orang lain. Sebab tidak semua yang kita inginkan bisa terwujud. 

Ada sebuah pepatah mengatakan "jangan malu terlihat miskin. Tapi malulah saat kita berpura-pura kaya"

Jadi,bertemanlah dengan siapa saja tanpa harus melihat 'siapa dia' sebab kita tidak pernah tahu kebaikan seperti apa yang membuatmu 'berterima kasih'


Penulis : Nanik Puji Astutik 

Friday, January 5, 2024

Kamu Tahu Rasa Sakitku?




"Aku capek" keluhku beberapa kali.

Bukan tanpa sebab aku mengucapkannya. Karena badan,pikiran dan mentalku terasa dicabik-cabik oleh keadaan. 

Aku berjuang untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Di perantauan seorang diri. Berbekal keyakinan bahwa "usaha tidak akan pernah mengkhianati hasilnya" 

Nyatanya tak seindah apa yang aku bayangkan. Tidak sebahagia yang aku harapkan. Sudah banyak yang ku korbankan. Berjauhan dari suami dan anak keduaku,salah satunya. Aku menjerit kesakitan seorang diri. Dadaku terasa sesak bagaikan dihantam bebatuan. Sakit.

Aku mempercayai seseorang yang bisa kuajak keluh kesah. Jujur,aku tidak memiliki teman untuk kuajak berbagi disini. Ada satu teman yang aku katakan dia baik dan Sholehah (dia pakai cadar). Nyatanya,tidak seperti itu. 

 Kecewa rasanya,orang yang kuanggap saudara lebih mementingkan dirinya sendiri. Bukannya aku ingin egois,tidak. Tapi bisakah mereka mengerti keadaan dan kondisiku?

 Awal mulanya sekitar 3 bulan yang lalu,selepas Maghrib aku menghampiri Kenzie yang sedang bermain bersama teman-temannya. Lalu aku di panggil oleh penjual gorengan.

"Mba,sini dulu!" Ucapnya.

Aku yang masih mengawasi Kenzie langsung menghampirinya "ada apa?" Jawabku.

"Mba,saya boleh ijin nggak?"

"Ijin apa?"

"Saya mau jualan ciki"

"Oh,nggak apa-apa kalau cuman jualan ciki. Emang mau jualan dimana?"

"Di depan sana!" Jawabnya sambil menunjuk ruko yang menjadi tempat singgahnya.

"Udah ijin ke Teh Lia belum? Soalnya kan lebih dekat" ujarku jujur.

"Nggak,mba. Ke mba saja"

"Oalah,iya.. iya. Nggak apa-apa sih kalau jualan ciki. Insyaallah rezeki sudah ada yang ngatur"

"Iya,Mba. Tahu kan gerobakku yang satunya lagi disana. Nah disana masih ada tanggungan. Jadi sama orangnya jualan yang dirumahnya dipindahin disini. Ya,biar istri saya ada penghasilan " jelasnya panjang lebar. 

"Ya,gpp. Semoga saja tol juga cepet beres dan dibuka. Biar daganganku ramei lagi"

Setelah percakapan singkat itu,aku menghampiri Kenzie dan membawanya pulang. Kulihat istrinya juga sibuk dengan. Anaknya. Dan aku memutuskan untuk pulang. 

Setelah percakapan itu,3 hari kemudian mereka membuka warung. Yang awalnya  cuman mau jualan ciki ternyata jualannya sama. "Wah,nggak bener nih orang" kesalku. 

Aku hanya bisa melihat dari kejauhan,kenapa mereka bisa seenaknya melakukan hal seperti itu? Istrinya tahu bagaimana daganganku dengan hasil yang sedikit karena dia sering main di tempatku sambil membawa anaknya.

Setiap malam aku hanya bisa menangis dan berdoa. Semoga Allah memudahkan jalanku. Memperluas lagi rezekiku. Dan keinginanku terwujud dalam waktu dekat. Saat selesai sholat aku selalu berdoa "semoga Allah membukakan hati mereka" ternyata,mereka semakin terlena dengan kedzhalimannya. 

Karena tidak tahan,akhirnya siang itu aku menemuinya. Tepatnya di toko kosmetik yang tidak jauh dari tempatku. 

"Mba,maaf ya sebelumnya" ucapku sembari mengucapkan kata maaf. Aku tahu seperti apa lidahku. Jadi,untuk memastikan lidahku tidak mengeluarkan kata-kata kasar dan menyakitkan. Kuucapkan kata maaf terlebih dahulu.

"Ya,mba" jawabnya sambil memegang anaknya.

"Mba,tolong ya jangan ngacak-ngacak harga"

"Emangnya kenapa?"

Kuhela nafasku sebentar,ingin rasanya aku teriaki. Tapi aku tidak bisa. Karena mentalku sudah rusak,kadang aku tidak bisa mengendalikan amarahku sendiri. Miriskan?

"Kalau jualan jangan terlalu di murahin. Misalkan minuman yang 1 kartoon harganya 30 ribu,jangan dijual 3000 tapi 3500. Karena itu sudah harga pasarnya. Dan kalau jualan teh pucuk juga sama. Karena teh pucuk juga naik"

"Oh ya,tapi kalau teh pucuk kalau jual ke anak sekolah 3000"

"Nah itu salahnya. Kasian tetanggamu yang lain. Tolonglah jangan ngacak-ngacak harga"

 Setelah mengucapkan itu,aku mulai beranjak. Tapi lupa satu hal "mba,jujur banget. Sebenarnya aku kesel banget sama sampean dan suami" 

"Lah kenapa?" Jawabnya enteng seolah-olah tak berdosa.

"Kok bisa sih mba kamu jualan yang sama. Padahal kamu tahu kan daganganku. Kok bisa"

"Makanya warungnya di penuhi lagi"

"Itu sudah pernah saya isi lagi  dan banyak orang pindah. Ngutangnya ke aku kalau belanja di tempat lain"

"Ya,jangan dihutangin"

"Gimana caranya aku ngomongnya,nggak enak,mba" 

Reda percakapan sedikit karena ada selingan dari tetangga lain dan kita tertawa canggung. 

"Mba,boleh nggak aku jualan gorengan" ucapku serius.

"Boleh kok. Rezeki sudah ada yang ngatur"

"Tapi,maaf mba. Aku nggak bisa. Karena aku tahu rasanya di dzolimi dan aku tidak mau ngelakuin hal yang sama"

Dia terdiam dan membisu. Lalu kulanjutkan. "Orang cuman pinter ngomong,tapi nggak pernah ngerasain apa yang aku rasain. Kamu tahu ceritaku,kamu tahu perjuanganku. Kok bisa kamu ngelakuin kayak gini" 

Aku mendongakkan kepalaku sambil menatapnya dan dia masih memegang anaknya. "Jika ada orang yang bilang 'mba,jangan egois. Rezeki sudah ada yang ngatur' maka aku jawab tolong jangan serakah" stelah mengucapkan itu aku pergi berlalu meninggalkannya.

Yang membuatku marah sejak lama karena dagangannya sama. Karena awalnya cuman ingin jualan ciki agar istrinya berpengasilan. Ternyata istrinya masih bisa main di sela2 jaga warungnya. Jujur banget,saat Kenzie seusia anaknya,aku nggak pernah kemana-mana hanya di warung. Sesekali nongkrong di tetangga itupun tidak setiap hari.

 Aku tidak meminta orang lain berpihak padaku,lalu membela. Tidak. Aku tidak butuh dibela. Aku hanya ingin mereka menilai sendiri lalu mempertimbangkannya. 

Aku trauma bertemu sama orang lain. Takut mengakrabkan diri. Takut sekali. Karena Takut diperlakukan hal yang sama. Ditusuk dari belakang sama orang yang sudah akrab lebih menyakitkan.


Penulis : Nanik Puji Astutik


Nb : cerita ini bukan karangan semata. Ini murni kisahku tanpa menambah-menambahkan atau menyelipkan drama agar terlihat dramatis,tidak. Ini real dan nyata.